Ada kegalauan diantara kaum inteltual muda Sunda dalam upayanya menyongsong peradaban ke depan. Mengikuti mainstream yang sudah ada seolah tidak tahu mau kemana arah dan langkahnya, yang tidak jelas dan tidak pasti. Antara cita-cita dan realitas kadang jauh dari apa yang diharapkan. Mengikuti derap kaki-kaki orang di depan malah bagai buih ombak di lautan, yang tidak jelas akhir bersandarnya mau di mana. Di tengah kegalauan tersebut Si Abah sebagai tokoh dalam buku ini mencoba menggali akar sejarah sunda itu sejak berdirinya peradabannya. Sungguh sangat mengagumkan, disamping kepeloporan, juga sesuai dengan namanya Sunda yang berarti kemurnian dan kesucian, disamping cenderung rasional dan egaliter seolah menyadarkan betapa pentingnya masyarakat Sunda untuk mengggali sejarahnya. Sikap awalnya yang penuh kepeloporan, keperkasaan, kesuciam, kejujuran, rasionalisme, egaliter, demokratis dan sudah menjalankan sistem trias politika (tri tangtu dibuana) yang mungkin mendahului bangsa Eropa menemukan konsep ini, kestabilan politik yang lebih dari 9 abad, bagai akar yang menghujam ke bumi yang akan menjadi fundamen yang kuat untuk melangkah ke arah wacana peradaban yang cemerlang.